Senin, 20 Juni 2011

KUTUKAN SEBUAH MAKAM (Cerpen)

Karya Antung Firmandana

Suasana sunyi senyap. lorong-lorong nampak terlihat sepi ditemani serpihan pijar lampu-lampu neon. Sementara itu waktu telah menunjukkan pukul 2 pagi. Udara dingin nampak sekali menyengat tubuh yang hanya dibalut kemeja coklat polos . Aku baru saja terbangun dari tidur yang panjang. Seluruh badanku terasa sakit seperti habis ditusuk jarum. Rasa ngilu tak tertahankan. Seketika itu aku mengerang dengan suara yang tak jelas. Nampak seorang wanita terbangun di kursi sofa lalu menghampiriku dengan cepat.
“Farid, kamu sudah siuman.” tanya seorang wanita mendekatiku.
“Tolong air…air…air.” kupaksa segenap kekuatan yang kumiliki untuk mengeluarkn satu kata berulang.
“Iya. Sebentar aku ambilkan.” jawab seorng wanita dengan sigap mengambil air yang telah tersedia di gelas dan meminumkannya padaku.
“Apa yang terjadi denganku? Dimana aku?” tanyaku pada wanita itu sambil memegang kepalaku yang masih terasa pusing serta pandangan yang sedikit kabur.
“Ini aku Laila adiknya Ahmad Husain. Kau tak sadarkan diri selama hampir 20 jam. Setelah kejadian di gua itu. Kau sekarang berada di rumahku.” Jawab Laila.
“Ahmad Husain.” Seketika memori ingatanku kembali mendengar nama sahabatku itu.
“Bagaimana keadaan Ahmad, apakah dia baik-baik saja?” Tanyaku pada Laila.
“Dia tewas terkubur di gua itu. Nampaknya dinamit yang kalian pakai berdaya ledak tinggi sehingga langit-langit gua itu runtuh dan menimpa kalian berdua. Pada saat itu aku hanya menemukanmu. Aku tak menemukan Ahmad. Dan aku yakin sekali Ahmad telah tewas terkubur bebatuan besar di gua itu.”Laila mulai bercerita dengan berair mata.
“Tidak mungkin, Prof. Ahmad Husain tidak mungkin tewas.” Aku kembali mengingat-ngingat kejadian itu. Dan sepertinya ada yang keliru.
“Tunggu dulu Laila, waktu itu kami belum sempat meledakan dinamit yang kami bawa. Tetapi memang waktu itu didalam gua terdengar suara gemuruh, seketika bebatuan yang ada di langit-langit gua berjatuhan dan setelah itu aku tak tau apa yang terjadi.
“Tidak. Dari luar terdengar suara ledakan. Aku medengarnya.” Jawab Laila sambil mengusap air matanya yang mengalir deras dengan tisu.
“Berarti ada orang yang sengaja meledakan gua itu. Ada yang ingin membunuh kami berdua. Tetapi mereka gagal. Tetapi siapa yang melakukan ini semua?” tanyaku dalam hati dengan bingung.
“Kriinnnnnnnnnnggg...kriinnnnnnnnnnnggg…kriinnnnnnnnggg.” tiba-tiba kami terkejut mendengar suara telepon dalam kamar menggema memecah kesunyian di pagi buta. Laila mengangkat telepon itu.
“Hallo, apakah benar saya bicara dengan nona Laila?” tanya suara seorang pria misterius dengan nada datar dari telepon.
“Benar. Siapa ini?” Jawab Laila dengan penasaran.
“Dengarkan suara ini.” sang pria misterius memberikan ganggang telepon pada seseorang yang berteriak.
“Laila jangan ikuti kata mereka. jangan beritau temat itu. tempat itu berbahaya, tempat itu telah dikutuk.” Suara seorang pria dari telepon.
“Hallo…kak, kak Ahmad dimana? Hallo…Siapa ini? Apa mau kalian?” Laila bertanya dengan tegesa-gesa namun tiba-tiba suara telepon berubah menjadi suara pria misterius.
“Nona Laila, Kakak anda sekarang berada bersama kami. Tenang saja keadaannya sangat baik. Dia sehat. Dan tidak kurang satu apapun. Sekarang dengarkan ini baik-baik, kami tau anda dan kakak anda sedang melakukan pencarian sebuah makam kuno di lembah raja-raja Luxor, makam seorang raja yang terlupakan dari Dinasti ke-18 Raja-raja Amarna. Permintaan kami sederhana. Datanglah ke lembah raja-raja Luxor pukul 18.00 sore ini. Ingat hanya anda seorang diri. Kami minta anda menunjukan tempat makam itu kepada kami lalu semuanya selesai. Dan kakak and akan bebas. Hanya itu. Ingat nona Laila, jika anda melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian maka kakak anda tidak akan pernah bertemu dengan anda untuk selama-lamanya. Sampai jumpa.”
“Tunggu dulu. Hallo..hallo.” telepon ditutup. Nampak wajah Laila yang takut penuh kekhawatiran. Perlahan dia kembali menitikan air mata.
“Ada apa? Apa yang terjadi Laila, tadi aku mendengar suara teriakan dari telepon?” tanyaku dengan serius.
“Kau benar. Kakakku masih hidup. sekarang dia diculik oleh sekelompok orang yang tak aku kenal. Dia menjeleaskan dengan nada sendu.
“Astaga, lalu apa yang mereka ingikan?” tanyaku lagi.
“Mereka memintaku untuk menunjukkan tempat dimana aku dan kakakku melakukan penggalian makam seorang raja yang terlupakan. Begini ceritanya, 3 bulan yang lalu aku dan kakakku melakukan penggalian di sekitar lembah raja-raja Luxor. Kami mencari Raja yang namanya dihapus dari daftar nama raja Mesir kuno. Raja dari Dinasti ke-18 Raja-raja Amarna. Generasi terakhir dari dinasti ke-18 Fir'aun. Namanya Raja Tutankhamen. Sebenarnya hal ini masih kami rahasiakan dari umum. Makam itu tersimpan dalam sebuah ruangan batu. Walau kami telah menemukan tempat dimana makam itu berada. Kami masih belum berani membukanya. Ada kejadian aneh waktu saat penggalian. Satu-persatu pekerja kami meniggal dengan tanpa diketahui penyebabnya. Hingga akhirnya hanya tersisa aku dan kakakku. Kamipun melanjutkan penggalian berdua karena sudah terlampau banyak biaya yang dikeluarkan. Sampai akhirnya kami menemukan pintu makam itu. Didekat pintu masuk makam itu kami menemukan sebuah kalimat yang bertulis ”Kematian akan segera mendatangi mereka yang menyentuh makam Fir’aun”. Ternyata makam itu dikutuk. Kamipun menjadi takut. Aku dan kakakku percaya dengan kutukan itu karena melihat kematian yang menimpa para pekerja kami. Karena itu kami tidak berani membuka pintunya dan merahasiakan hal ini dari siapapun. Kamipun segera pergi dari tempat itu dan melupakannya. Aku tak tau kalau hal ini akan terjadi akibat pencarian makam itu dan sekarang kutukan makam itu menimpa kami berdua.” Laila bercerita panjang lebar dengan berderai air mata.
”Lalu darimana mereka tau tentang makam itu?” tanyaku sambil menenangkannya.
”Entahlah, aku juga tidak tau. Yang pasti kita harus menyelamatkan kakakku.” jawabnya
”Apakah tidak sebaiknya kita melapor polisi?” aku memberi saran.
”Tidak. Itu berbahaya. Nyawa kakakku menjadi taruhannya. Mereka akan membunuh kakakku jika aku melaporkan hal ini kepada polisi. Aku tidak akan melakukannya. Satu-satunya keluargaku yang masih hidup adalah kakakku dan aku tak mau kehilangan dia.” jelasnya sambil menangis.
”Tenang saja, sebagai sahabatnya Prof. Ahmad aku akan membantumu dan kau akan segera bertemu kembali dengan kakakmu. Percayalah.”jawabku menenangkan hatinya. ”Terimakasih”jawabnya senang.
Pagi itu Mesir tak seperti biasanya. Matahari yang tersenyum cerah memancarkan sinarnya nampak terselimuti oleh gumpalan debu kepedihan. Kejadian ini berjalan begitu cepat dan mengejutkan. Aku tak mengira akan terjadi musibah seperti ini. Sungguh diluar dugaan. Kamipun berdiskusi menyiapkan rencana untuk menyelamatkan Prof. Ahmad Husain sambil menunggu hingga waktu yang ditentukan tiba. Saat matahari menuju peraduan panjang dalam senja.

*****

Bulan Agustus. Hari yang sangat panas. Siang itu matahari berada di ujung kesempurnaannya. Cuaca terik membakar siapa saja yang berada di jalan-jalan kota. Sebagian besar orang-orang Mesir banyak yang bepergian ke luar negeri untuk mencari negara-negara yang bersuhu sejuk seperti Inggris, Amerika atau negara-negara Eropa. Sebagian yang lain menghabiskan waktu seharian di rumah. Waktu itu nampak jalanan sangat lengang, banyak orang menggunakan kendaraan beroda empat untuk bepergian. Keadaan ini dimanfaatkan sekali oleh sekelompok orang pencuri makam-makam kuno di Mesir. Mereka bekerja di malam hari dalam kesunyian. Mereka adalah para arkeolog yang berkerjasama dengan kelompok penyeludup barang-barang antik yang memiliki jaringan luas di negara Inggris dan Amerika.
Di sebuah flat tua bekas gudang penimbunan gandum di daerah Hereopolis seseorang terpaku tak bisa bergerak disebuah kursi. Badannya diikat oleh tali yang sangat kuat sehingga tak mungkin untuk lepas. Matanya tertutup sehelai kain hitam yang sangat pekat sehingga tak mungkin bisa melihat. Mulutnya dibekap dengan erat oleh sapu tangan berwarna biru tua sehingga tak mungkin bisa bicara apalagi berteriak. Kini dia hanya diam tak bersuara. Terdengar suara pintu terbuka. Ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan itu.
”Buka ikatan mata dan mulutnya” perintah seorang pria.
”Apa kabar sobat? Lama kita tak berjumpa? Kenapa! Apakah kau terkejut?” suara parau seorang pria yang menyebar ke dalam ruangan memecah kesunyian. Nampak sosok tinggi besar berkulit kecoklatan seperti terbakar panas matahari. Dia mengenakan celana panjang coklat dan memakai kemeja biru muda. Rambutnya hitam pekat. Matanya tajam bagai elang yang siap menerkam mangsa. Berjambang dan memiliki tato kumbang di lengan kanan. Dia adalah Prof. Abdul Hakim teman dari Prof. Ahmad Husain.
”Ternyata kau yang melakukan semua ini Hakim, dasar bajingan kau. Brengsek. Cepat lepaskan aku.” teriak Ahmad dengan lantang.
”Buk” tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di pipi kanannya. Ahmad tersungkur kesakitan dalam kondisi badan yang terikat di kursi. Lalu tubuhnya diangkat kembali. Darah segar keluar dari bibirnya. Nampak warna biru legam di pipi kanannya.
”Cepat atau lambat bangkai yang kau simpan itu akan tercium juga baunya. Dan sebentar lagi misteri makam kuno itu akan terkuak dan aku akan menjadi terkenal serta kaya raya ha..ha..ha..” Hakim tertawa bahagia melihat apa yang diinginkannya akan terwujud.
”Dari mana kau tau tentang makam itu?” tanya Ahmad.
”Apa kau lupa Ahmad. Bukankah kau sendiri yang memberi tau aku tentang makam itu saat aku antar kau pulang dalam keadaan mabuk berat setelah mengikuti jamuan makan malam bersama di rumah Menteri Kebudayaan Mesir. Sebuah makam yang telah lama hilang dan dicari banyak orang telah ditemukan. Nah sekarang yang terpenting adalah sebentar lagi adikmu Laila akan membawaku ke tempat makam itu berada beserta harta karun yang terkubur bersamanya ha..ha.. ha..” jawabnya lagi sambil tertawa bahagia.
”Kenapa harus adikku? Aku sendiri bisa membawamu kesana tanpa perlu melibatkan adikku dalam masalah ini?” tanya Ahmad sengit.
”Apa kau tidak paham Ahmad. Tujuanku bukan hanya makam itu beserta harta karunnya tetapi juga mendapatkan adikkmu Laila. Selama ini kalian berdua menjadi sainganku dalam perburuan makam raja-raja Mesir. Jika aku mendapatkan adikkmu maka tidak ada lagi pengganggu yang menghambat jalanku menjadi Arkeolog terkenal sepanjang sejarah.” Jawabnya dengan senyum licik penuh bahagia.
”Dasar bajingan. Kau jangan bodoh hakim. Kau tidak tau tempat itu berbahaya. Tempat itu telah dikutuk. Tempat itu akan membawamu dalam kematian.” Jawab Ahmad sengit.
”Ahmad...ahmad...sebagai seorang profesor dibidang arkeologi kau begitu sangat bodoh masih percaya tetang hal-hal tahayul semacam itu. Kutukan itu hanya mitos. Kata itu dipakai hanya untuk menakuti orang-orang bodoh sepertimu agar makam itu tidak ada yang mengganggu. Dan sekarang kebodohanmu telah membawa keberuntungan yang besar bagi diriku. Dan ketika pada saat waktunya tiba, kau tidak akan lagi aku perlukan lagi. Saat itu kau dan adikmu akan menjadi mumi untuk selamanya ha..ha..ha..” Hakim tertawa senang atas keberhasilannya.
”Percayalah Hakim. Makam itu di kutuk. 20 pekerjaku tewas karena penggalian makam itu. Kau jangan menyentuh makam itu. Kau akan menyesal.” Ahmad menjelaskan dengan putus asa.
”Sebaiknya kau banyak berdoa karena sebentar lagi ajal akan menjemputmu.” jawab Hakim penuh emosi. Tiba-tiba seorang pria datang menghampiri Hakim.
”Bos kami semua sudah siap.” kata sang pria yang tak lain adalah anak buah Hakim.
”Bagus. Buat dia pingsan lalu tutup kembali mata dan mulutnya. kita berangkat sekarang. Perburuan akan segera dimulai.” rombongan itu segera meluncur menggunakan tiga buah jip hitam menuju lembah raja-raja Luxor. Tempat dimana makam itu bersembunyi dan tak pernah tersentuh selama lebih dari 3.000 tahun.

*****
Mesir menujukkan kecantikannya di waktu petang. Langit berwarna merah-jingga melukiskan pesona keindahan kala sang mentari telah pulang menuju peraduannya. Negeri yang kaya minyak dan benda purbakalanya ini tak pernah jenuh menghipnotis masyarakat diberbagai belahan dunia. Mulai dari Sungai Nil, Piramida, Mumi, Spinx, dan masih banyak tempat dan barang peninggalan pra-sejarah lainnya. Negara yang menjadi persaingan dan pencurian bagi para pecinta barang antik serta Arkeolog di seluruh dunia.
Suasana terlihat sepi di lembah raja-raja Luxor. ketika itu terjadi pertemuan dua pasang mata yang saling berhadapan dari jarak sekitar 20 meter. Nampak sekelompok pria berdiri membawa peralatan galian dan senapan. Terlihat diantara mereka wajah seseorang yang tak asing bagi Laila. Seseorang yang sangat dia kenal.
”Aku datang menepati janjiku, sekarang dimana kakakku?” tanya Laila pada pria itu.
”Kemarilah, berjalanlah mendekat. Kakakmu berada bersama kami.” perlahan Laila berjalan menghampiri pria itu. tetapi dia tidak menemukan Prof. Ahmad Husain.
”Dimana kakakku?” tanya Laila.
”Lihatlah.” kata pria itu memperlihatkan kakaknya yang pingsan terikat dengan mata dan mulut tertutup.
”Kakak.”Laila berteriak sambil berlari mendekati kakaknya namun dengan cepat ditahan oleh anak buah Hakim.
”Tenang. Dia baik-baik saja. Dia hanya pingsan. Sebentar lagi akan siuman. Sekarang kau tunjukkan kami dimana makam itu berada. Jika tidak maka kakakmu akan mati.” dengan sigap anak buah Hakim menodongkan senjata yang siap untuk menembak.
”Sesuai kesepakatan. Kau akan membebaskannya jika sudah mengetahui dimana makam itu berada” Laila mengingatkan perjanjian mereka.
”Ya. Aku akan menepati janjiku. Tetapi kakakmu akan tinggal disini bersama 2 orang anak buahku. Untuk memastikan kau tidak membohongiku. Karena jika itu terjadi kau sudah tau akibatnya.” kata pria itu dengan tegas.
”Baiklah ikut aku.” kata Laila. Dengan menggunakan obor dan senter Laila berjalan bersama Hakim dan anak buahnya menuju makam itu. Makam itu berada empat meter dibawah makam Ramses VI dimana terdapat pintu masuk pada dinding batu yang menuju lorong yang cukup besar dengan tinggi tiga meter dan lebar dua meter. Pada langkah ke-30, mereka menemukan pintu batu yang tertutup. Kemudian membukanya. Setelah itu mereka menyusuri lorong curam sejauh 20 meter dengan tangga kayu yang sudah terpasang. Akhirnya mereka sampai. Mereka membersihkan puing-puing bekas galian yang menghalangi jalan dan memasang lampu obor di dinding sebagai penerang. Di dekat pintu masuk makam itu bertulis ”Kematian akan segera mendatangi mereka yang menyentuh makam Fir’aun”.
”Cepat kalian buka pintunya. Sebentar lagi kita akan menjadi orang kaya.” perintah Hakim sambil tersenyum bahagia.
Sementara itu diluar makam, langit mulai terlihat gelap. Tanpa mereka ketahui aku datang ke lembah itu bersama Laila dan bersembunyi didekat bebatuan. Aku melihat Ahmad masih terkulai tak berdaya. Dia dijaga oleh dua orang bersenjata. Aku berlari menelusuri bukit kecil dibelakang mereka. Aku mengambil batu besar dekat bukit dan berdiri tepat diatas kepala mereka. Dengan cepat aku melempar batu besar kearah salah seorang penjaga lalu terdengar suara hantaman keras.
”Buk” salah seorang diantara mereka jatuh dengan kepala bersimbah darah. Lalu dengan gerak cepat aku mengeluarkan pistol yang berada dibelakang pinggang dan menembak penjaga yang satu lagi.
”Dor” seketika penculik itu mati dengan bekas luka tembak tepat di bagian jantung. Setelah itu aku menuruni bukit dan berlari mendatangi Ahmad. Dia terlihat pingsan. Aku lalu melepas ikatan mata dan mulutnya lalu mengambil air untuk menyadarkannya.
”Ahmad sadarlah.” aku membangunkannya.
”Ahh...Farid. dimana aku?”Ahmad terbangun dari pingsannya.
”Kau sekarang berada di lembah raja-raja Luxor.” jelasku kepadanya.
”Apa! Dimana adikku Laila?”tanyanya dengan khawatir sambil mencoba untuk berdiri.
”Dia berada di dalam makam itu bersama orang yang menculikmu.” jawabku.
”Celaka. Dia akan membunuh adikku. Ayo kita segera menyusulnya” dengan cepat kami berlari menuju ke tempat makam itu untuk menyelamatkan Laila. Tiba-tiba saat kami berlari dalam lorong menuju makam itu terdengar suara ledakan besar beserta gempa dari dalam lorong galian.
”Duarrr”. Kami semua terkubur dalam bebatuan.

Samarinda, 29 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar