Minggu, 23 Oktober 2011

ADE YANG MALANG

Karya Antung Firmandana

Semenjak aku duduk di bangku SMA orang tuaku sudah bercerai. Keluarga kami tidak harmonis. Papa yang merupakan pejabat penting di Samarinda. Dia merupakan orang yang disegani pihak lawan dan kawan. Punya kenalan banyak. Mulai dari Preman kota samapai kaum elit politik. Hal itu membuat tingkat status sosial keluarga kami naik derajat. Silaunya jabatan serta harta membuat papa lupa daratan. Hidupnya menjadi rusak. Mulai dari main judi, mabuk-mabukan sampai dengan main perempuan. Tak jauh berbeda dengan mamaku seorang pengusaha busana wanita. Penjualan barangnya bahkan mencapai manca negara. Hidup yang mewah serta sering bepergian keluar kota. Membuatnya lupa akan keluarga. Aku tinggal dalam keluarga yang sukses dan tidak pernah kering oleh uang. Semua serba ada. Apa yang aku inginkan semuanya dipenuhi. Apapun. Namun semua itu tak ada artinya bagiku. Karena yang aku butuhkan hanyalah kasih sayang dan perhatian mereka. Rumahku tak ubahnya seperti arena pertempuran perang dunia.
”Kamu itu kemana aja,? pulang tidak jelas kapan harinya. Tiap hari keluyuran saja. Alasannya sibuk-sibuk terus. Anak kita kok tidak diurus-urus?” Papa marah sama mama.
”kok Papa bicara seperti itu sama mama. Coba liat diri sendiri pa. Apakah papa orang yang benar kok seenaknya menyalahkan mama. Papa sendiri pulang tidak jelas kapan harinya. Alasan rapatlah, meeting dengan klienlah, ketemu pejabatlah padahal papa itu selingkuhkan dengan skretris papa yang tinggi semok itu?” Mama marah membalas papa.
”Jangan sembarangan kalau bicara kamu ma. Yang jelas-jelas selingkuh itu kamu keluyuran tiap hari, Arisanlah, ke Tanah Abanglah, ketemu rekan bisnislah padahal mama selingkuh dengan Johan. Asisten mama itu.”
”Sembarangan? jelas-jelas papa selingkuh. Pulang bau alkohol. Main judi aja kerjaannya. Johan itu sangat membantu mama Dia itu Sarjana terbaik lulusan Fakultas Ekonomi. Nilainya saja cumlaude jadi wajar aku sangat membutuhkan tenanganya. Bukannya selingkuh kayak kamu?” Mama membalas.
”Dasar pembohong, penipu, pendusta. Aku tidak percaya dengan kata-katamu itu?” kamu pasti berzina dengan brondong itu. Kalau aku jelas-jelas rapat dengan Walikota, Bupati bahkan dengan Gubernur. Kau memang penipu. Sudahlah aku capek bicara denganmu, lebih baik aku berangkat kerja sekarang.” Papa pergi menghempas pintu rumah. Begitulah rumahku. Rumahku nerakaku. Pepatah itu yang sepertinya pas untuk keluarga kecil ini. Setiap kali bertemu peperangan terjadi dengan dahsyat. Tuduh menuduh, caci-maki sampai dengan sumpah serapah. Kedua kubu bak dua kutub berlawanan yang tak bisa disatukan. Mereka tak pernah tau perasaanku, habis bertengkar aku yang jadi tumbal. Sekolahku jadi hancur berantakan. Hingga akhirnya mereka berdua berpisah.

Saat orangtuaku cerai aku mulai tak terurus, awal mulanya aku ikut papa. Dia menikah lagi dengan seorang wanita, yang tak lain adalah sekertarisnya sendiri. Wanita itu yang membuat keluargaku semakin hancur. Awal mula tinggal dengan Ayah bersama ibu titi cukup menyenangkan. Aku selalu dimanja olehnya hingga lalu aku difitnah dengan keji karena dituduh mengambil perhiasannya. Papa marah besar padaku aku di hukum atas berbagai macam kesalahan yang tak pernah aku perbuat. Dan puncaknya adalah kejadian di suatu malam dimana dia memberikan aku obat tidur lalu meniduriku. Sungguh kebidaban yang tak termaafkan.
“kenapa papa tega melakukan ini pada Ade?” tanyaku sambil menangis diatas ranjang tanpa menggunakan sehelai pakaian dan hanya ditutupi selimut. Namun raut wajah Papa malah merasa tak bersalah justru tertawa bahagia.
“Sudahlah Papa tau kau pasti pernah tidur dengan pacarmu. Apa salahnya sekarang kau tidur dengan Papa” aku sungguh terkejut. Seseorang Ayah yang mestinya melindungi dan menjaga putrinya malah ia nodai tanpa rasa bersalah.
“Papa memang jahat, kejam, bajingan, tega-teganya Papa menodai Ade. Ade tidak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun. Papa Iblis” Air mataku mengucur deras diringi marah yang membakar alam semesta. Papaku tiba-tiba marah besar dan dia menamparku.
“Diam kamu. Dasar pelacur. Kau tidak jauh beda dengan mamamu yang menjual dirinya pada lelaki hidung belang.” Dia memaki-maki seperti anjing buas yang menggong-gong. Lalu menjambak rambutku hingga jatuh ke lantai. Walaupun aku nakal. Aku tetap menjaga kehormatanku. Aku tak terima dengan segala perbuatannya padaku. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Dalam hati aku mendendam. Aku tidak akan pernah menganggap dia sebagai ayahku lagi.

*****

Dengan pakaian yang hanya melekat dibadan aku pergi mendatangi mama. Memiliki sedikit bekal uang. Aku akhirnya sampai di rumah mama. Aku menceritakan tentang semua kemalangan dan rasa pahit yang ku alami saat tinggal bersama papa. Dia terharu dan merasa bersalah telah melepasku ke tangan serigala jahat itu. Dia berjanji untuk menjaga dan merawatku. Aku bersyukur mendapatkan perhatian serius dari mama walau dengan terpaksa aku harus melakukan aborsi untuk menutup aib keluarga yang memalukan. Dan pada saat itu aku berjanji untuk berubah dan menghapus masa kelamku. Aku akan memulai hidup baru dengan lembaran kisah baru.
Semenjak cerai mama tidak seperti dulu lagi. Seluruh harta dan aset-aset milik mama diambil oleh papa dan diberikan pada istri barunya. Hidupnya kini sederhana. Meskipun begitu kehidupanku cukup nyaman walau sederhana tak seperti di tempat papa dulu. Semua berjalan dengan bahagia tanpa ada masalah hingga di suatu petang sekelompok orang datang dengan mobil kijang kapsul hitam ke rumah kami mereka berbadan besar dan berwajah sangar dengan kalung perak menggantung di lehernya. Aku melihat mereka seperti anjing peliharaan. Dan dugaanku itu ternyata benar. Mereka adalah anak buah seorang lelaki tua yang aku kira adalah teman mamaku. Dia datang bertamu. Tanpa aku ketahui maksudnya, ternyata kedatangannya ke rumah kami adalah untuk menagih utang. Namanya adalah karman. Dia adalah seorang rentenir yang meminjamkan uang untuk mamaku. Awalnya bahasa yang dia pakai sangat baik dan sopan lalu kemudian menjadi kasar seperti orang tak berpendidikan. Aku mendengar percakapan mereka dari dalam kamar.
“Apa? Uangnya masih belum ada.” tanya karman dengan kesal.
“Berilah aku waktu beberapa bulan lagi. Aku akan melunasi semua hutangku.” Mama mengiba memelas kepadanya.
“aku sudah memberikanmu toleransi selama 6 bulan dan kau bilang masih belum punya uang untuk membayar.” Nada perkataanya semakin tinggi dan kesal.
“kau pembohong dasar pelacur” aku sangat marah mendengar dia menghina mamaku seketika itu pula aku keluar dari kamar menghinanya dengan lantang.
“Dasar kau laki-laki brengsek. kau itu bajingan. Beraninya kau memaki mamaku.” Tanganku mengayun ingin menamparnya namun secara tiba-tiba mama menahanku.
“cukup nak. Kau tidak sah ikut campur urusan mama.” Aku sangat terkejut mendengar mama mengatakan itu padaku.
“tapi ma, ade membela mama. Ade tidak terima mama dihina oleh orang macam dia.” Aku menjelaskan maksudku pada mama. mama menamparku secara tiba-tiba.
“Hutang kita banyak padanya nak. 30 juta rupiah. Kau tidak sepantasnya mengatakan itu kepada orang yang telah membantu kita.” Mama menjelaskan dengan sedih.
“Sudah cukup sandiwaranya” si karman memotong pembicaraan kami yang panjang. “Baiklah begini saja. Aku menawarkan solusi untukmu. Bagaimana kalau anakmu bekerja di sebagai pelayan di Diskotikku di pusat kota. Dia akan mencicil hutang-hutangmu dengan menjadi pelayan. Bagaimana?” tanya karman
“Kenapa tidak aku saja.” Mamaku menjawab.
“Kau tau pekerjaan menjadi pelayan itu berat mulai pagi sampai pagi lagi. Aku yakin kau tidak akan sanggup dan itu akan merugikanku, malah bisa menjadi beban.’ Jelasnya dengan panjang lebar. “Bagaimana? Kalau tidak aku akan menyita semua barang-barangmu dan kalian berdua akan hidup menjadi gembel selamanya.” Dia memberikan solusi yang sulit untuk kami terima.
“Beri aku waktu untuk menjawab.” Minta mamaku.
“Waktumu hanya 15 menit. Tangan anak buahku sudah gatal untuk mengambil semua barang-barangmu. jelasnya lagi. Kami berdua berdiskusi dengan sangat alot. Mama tak ingin melepaskanku kepada Karman. Akhirnya kepuusan dibuat. Aku bersedia membantu mama melunasi hutang-hutangnya pada Karman. Walau itu sangat berat untuk kami berdua karena tak akan bertemu untuk cukup lama.
“Baiklah. Tetapi kau tidak boleh menyakiti anakku. Dan aku bisa mejenguk dia?” mama memberikan persyaratan tambahan pada karman.
“Baik. Kita sepakat. Sekarang anakmu ikut denganku.” dengan beberapa lembar pakaian dalam tas punggung aku mengikuti Karman dan anak buahnya masuk ke dalam mobil kijang kapsul hitam untuk pergi menjadi pelayan di Diskotik miliknya. Rasanya penderitaan yang aku alami belum selesai. Apa lagi meninggalkan mama sendirian di rumah. Untungnya Mamaku diberi alamat tempat Diskotik dimana aku bekerja. Dia bisa menjengukku kapanpun kalau ada waktu. Aku merasa bahagia karena pada suatu saat akan bertemu lagi dengan mama walaupun aku yak tau itu kapan. Tuhan aku titip mama padamu. Jagalah dia dalam pelukan-Mu.

*****

Ternyata semua itu adalah kebohongan belaka. Semua kata-kata manis dan janji itu hanyalah tipuan untuk membuat mama menyerahkan aku padanya. Aku tidak menjadi pelayan Dikotik seperti yang dikatakannya. Saat dalam perjalanan mulut dan hidungku tiba-tiba dibekap sangat kuat hingga aku tak sadarkan diri beberapa jam kemudian. Saat bangun tidur, kepalaku terasa pusing dan aku merasakan hal aneh karena pakaian yang menempel di badanku telah hilang serta aku terbaring diatas ranjang. Aku bagai sepotong daging tak bernyawa yang menjadi santapan serigala kelaparan. Karman telah menodaiku.
“Dasar kau laki-laki bajingan Karman. Kau telah menghancukan harga diriku.”
“Ha..ha..ha..ha...untuk wanita cantik dan semok seperti kau sebetulnya tak pantas menjadi pelayan di Diskotik milikku. Pantasnya kau menemaniku diatas ranjang seperti sekarang ini. Kau baiknya jadi istri simpananku atau melayani tamu-tamu Diskotikku.”
“Aku tidak sudi menjadi milikmu atau milik siapapun.” Jawabku tegas.
“Baiklah kalau begitu. Kau akan menerima ganjarannya.” Dengan muka kesal dan marah dia keluar kamar dan membanting pintu lalu memanggil anak buahnya.
Kejadian ini yang membuatku jadi hancur berantakan. Aku bukan hanya ditiduri olehnya tetapi juga digilir oleh anak buahnya. Alamat yang diberikan kepada ibupun palsu. Semenjak itu aku menjadi anak yang bebas hidup tanpa batas moral dan waktu. Aku menjadi budak sex para lelaki di Diskotiknya. Hidupku terlihat bahagia. Mulai dari jalan-jalan, belanja ke Mall sampai pergi ke diskotik. Hidupku dipenuhi oleh uang. Hidup hanyalah untuk foya-foya dan sex. Dari sinilah awal kehancuranku. Mulanya coba-coba lalu suka terus ketagihan dan akhirnya jadi pecandu. Mulai dari minum Topi Miring hingga Vodka dan Wine. Mulai dari ganja hingga heroin. Semua makanan haram sampai orang bilang air kencing setan aku pernah mencobanya. Dan pada akhirnya aku masuk kelembah nista, lembah hina yang mungkin tidak akan pernah di maafkan oleh Tuhan. Aku pernah tidur dengan beberapa artis, pejabat, politisi, pengacara hingga orangtuaku sendiri. Sungguh begitu hinanya diriku. Wanita terkutuk macam apa aku ini. Berzina dengan para lelaki, suami orang bahkan dengan orang tuaku sendiri. Sungguh menjijikkan. Ingin sekali aku keluar dari semua kebusukkan ini, tetapi tubuhku terasa dirantai sangat kuat oleh sukar untuk melakukannya. Padahal aku ingin bebas.
Kini sudah lebih dari dua bulan aku terkurung di ruangan ini. Sendiri tanpa ada yang menemani. Rasanya aku sudah tak betah lagi. Tapi mau bagaimana lagi, penyakitku yang menular dan berbahaya membuat aku tidak boleh pergi kemana-mana. Pihak Rumah sakit mengurungku di ruangan isolasi. Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku pasrah dengan infus dihidung dan tanganku. Setiap hari tubuhku semakin kurus. Akupun disuntik berbagai macam cairan berwarna warni. Aku langsung kejang-kejang. Sakit rasanya tak tertahankan. Ingin sekali suara dikerongkongan aku keluarkan tapi tak bisa. Hanya air mata yang keluar dari kelopak mataku. Mungkin memang ini kutukan yang harus aku terima karena kesalahan yang telah aku perbuat sendiri. Pergaulan bebas telah menjerumuskan aku ke dalam lembah kenistaan ini. Sungguh sangat memilukan. Andaikan saja waktu dapat diputar kembali. Ingin aku perbaiki semuanya. Semua tentang kisah hidupku yang hina ini. Andaikan saja waktu dapat di putar kembali, aku ingin semua ini tak terjadi. Aku harap ini adalah mimpi buruk dan aku segera bangun dari tidur.

Samarinda, 2 Juni 2011